Isnin, 12 September 2011

13 di bukit besi - Google Blog Search

13 di bukit besi - Google Blog Search


SENI RUPA DUNIA MELAYU: SUARA DARI LERENG <b>BUKIT BESI</b>

Posted: 29 Jul 2011 08:50 AM PDT

Tengahari selepas zuhur kami sudah menaiki ke lereng perbukitan. Diyah menyebutnya, " Nun puncak Bukit Besi'..konon telah ditemui tahi besi, dan pemerintah sudah ingin menggalinya, ya sejak zaman Belanda dululah".Cerita bersambut juga dari bibir seorang Datuk si Ameh di pekan Batu Sangkar, " Kampung gaekmu memang keras, tidak ada yang dapat ditanam, kerana berlereng dengan Bukit Besi" . Tidak ada catatan sempat ku bongkar dalam perjalanan singkat pulang ke kebun leluhur datuk dan moyang kami. Cuaca sudah terik tetapi kerana kami mula mendaki angin berhembus nyaman. Rumah bertutup rapat, kerana para perempuan muda sudah mengaleh ke pasar. Apa yang ku temui? Pohon tinggi menjulang ke awan. Usianya bisa ditebak lebih 90 tahun. Bagaimana dapat kuagak begitu. Ya bila pulang ke rumah Etek Baiyah, ungkapnya, " Sejak ku kecil pohon sudah tumbuh tegak, belum tinggi" . Usia etek sudah menjangkau 80 tahun.
POHON buah keras bercabang dua di puncaknya. ketinggian melebih pohon kelapa. Daunnya menjurali ke bawah, menerawang ke atas. Selama ini kita hanya membeli buah keras ( sigueh putih, chloranthus - kemiri , aleurites moluccacna) . Waktu kecil dulu kami menyebutnya buah ajaib , buah khidmat kerana menjadi penyelamatku, selalu dalam saku. Bila anak anak lelaki nakal (sepupu) ku genggam tangan dalam saku, dia tahu di dalamnya ada buah keras, awas. Sekarang dalam usia petangku ku genggam buah asalnya, yang dikutip Diyah , seperti buah coklat batu sudah lembut kulitnya. Diya meramasnya dan muncullah biji si wajah manis kuning gading.
SIANG itu Diyah mengenalkan ku dengan bau manis si buah keras. Biji buah yang memang keras dan anehnya ia menjadi lembut rasanya dalam masakan. Tidakkan lengkap dalam resepi masakan ninda kami tanpa simanis buah keras. Diyah tersenyum bangga mengenalkan aku dengan buah ajaib ini yang selamanya hanya kutemui di pasar atau di kedai runcit atau di pasar raya yang sudah ditata indah dengan harga berlipat ganda. Serindit tiba-tiba mengejut kami...burung kecil dengan suaranya berdecip di hujung ranting yang menjuntai di sisi kanan langkahku. Wah sunggh jinak pula si unggas kecil ini. Ku gapai ranting dan kukais dahan pakis, serindit melompat menerawang ke atas dan bertenggek di ranting pohon kemiri. Hussh, sungguh dia mengusik kami dengan decipnya yang mendesah.

Di LERENG bukit yang kononnya berbatu besi kebun sayur tidak menjadi, apa lagi sawah padi, sehingga gaek kami harus pergi merantau. Tetapi kuntum lili merah ini dapat muncul segar, kelopaknya tebal bagai trompet menggerakkan sayapnya ditiup angin siang itu. Dengan siapa aku berkongsi warna segar ini. Diyah sudah menurui bukit, aku terkatung sendiri, ingin memetik tangkai si trompet merah . Tetapi naluri ku berkata, ' biarkan aku di sini, menghidu baumu, mendengar debur angin siang menggelisir sinar...aku bersamamu, menanti...'



Bangi, 30 Julai 2011:0.30


Tiada ulasan:

Catat Ulasan

ads